Minggu, 21 November 2010

cerita bodoh


MONYET ANEH VS MONYET GILA

Gila tu anak siapa sih kok kayaknya aku tak pernah melihatnya ia sebelumnya, tu anak datang dari planet mana. Mana senyumnya kayak orang udah pernah aku temui sebelumnya. Tapi siapa dia. . . . .

Dian pernah melihat seseorang yang membuat Dian penasaran. Waktu itu dian jadi panitia tanding voly. Yang dian lihat dari awal Dian kagum dengan permainan voly nya. Tu anak hebat dan mengagumkan. Sebelumnya Dian termasuk salah satu orang yang tidak menyukai tanding volley. Dian jadi panitia ini juga karena terpaksa en kenak bagian lapangan pula jadi tidak bisa jalan-jalan.
“Dot lihat lah permainan voly nya bagus” dengan mata tak lari dari permainan voly, dian berkata pada dini temannya.
“Maksudnya ?” Dengan heran dini berkata.
“. . . . “
“Kau ngomong dengan siapa, Dian ??”
“Dengan orang di sebelah aku.”
“Tapi ngapa mata kau malah kesana. Jangan bilang. . . “ Sebelum Dini selesai melanjutkan kata-katanya Dian menghujam dengan kata-katanya
“Heh gila kali. Aku hanya kagum aja kok.”
“Emang kau fikir dini mau ngomong apa, Dian ??” Tiba-tiba wulan dengan gaya datarnya nyambung pembicaraan Dian dan Dini yang dari tadi sudah berdiri di dekat mereka.
Dian hanya bisa tertawa karena dia salah menduga.
“Marvin juga jago kok Dian main voly tu.” Nia nyambung. Kebetulan Nia adalah teman satu SMP dengan Marvin. Marvin itu seseorang yang sekarang sedang dicari Dian.

Hah memangnya Marvin pandai itu main voly. . .

Setelah berlari ngosngosan, Angela bertanya kepada temannya dengan keheranan. “Memang kalian lagi ngomongkan siapa ??”
“Tuuuuuuuu. . . .” Tunjuk Nia menggunakan mulutnya dan mata melirik ke Dian.
“Apa liat-liat??” Sergah Dian.
“Emangnya Dian kenapa ??” Tanya Angela.
“Tanya aja langsung dengan orangnya.” Kata Wulan.
“. . . .” Dian tetap bungkam mendengar percakapan teman-temannya dan melihat permainan voli itu.
“Dian nti kau kesambat tu.” Kata Dini seraya menggoyangkan tangannya di depan muka Dian.
“Atau jangan Dian naksir pula ia.” Kata Nia dengan polosnya.
spontan Dian berteriak. “Ndak.”
“Apa perlu bantuan kami Dian ??” Goda Angela
“Bantulah teman kita ni!!” Dini nyambung
“Tenang saja Dian kami bisa bantu kamu cari tahu kok tentang dia. Kami punya banyak teman.” Kata Wulan dengan santainya.
Mereka semua terkejut mendengar Dian berkata “Ndak perlu. Terima kasih.”
“Waah ternyata. . “ kata Dini
“ Dian mau uuu. . . “
Belum selesai Nia berbicara, Angela nyambung “. . .usaha sendiri”
“Tanpa bantuan kita” Wulan berkata sambil senyum.
“Cieeeeee.” Kata mereka serentak dan tawa mereka pecah.
“Daripada kalian rebut dan ganggu konsentrasi aku ngasik skor ni, entar malah salah-salah. Mending kalian pergilah dari sini. Ganggu jak.” Usir Dian dengan teman-temannya.
“Payah gak kan yang lagi tak ingin diganggu.” Gurau Dini
“Yaa kami pergi dari sini. Semoga pemandangannya lebih indah iya.” Gaya Wulan dengan datarnya.
“Iya kami pergi. Daaaaaa.” Kata Nia seraya pergi diikuti teman-temannya.
“Perlu bantuan hubungi kami.” Teriak Angela yang terdengar sudah menjauh.

Jadi ingin tahu siapa sih tu anak kenapa sekilas mirip dengan anak itu ya. Kayaknya aku harus cari tahu nih. Kalau dilihat dari dia bermain ni dia anak IPS tapi kenapa dia main di dua kelas. Membingungkan.







∞∫

Dan Dian berhasil. Dian kemudian tahu dari temannya tentang nama anak itu dan kelas berapa. Ternyata nama cow itu adalah “Joandikatra”. Heran tu Dian semangat sekali mencari tentang cow itu. Dian seperti menemukan seseorang dalam diri cowok itu. Dan yang lebih anehnya lagi sampai nomor hp Dian cari tahu. Yang Dian tahu Ankara itu naksir dengan temannya yang lain.

What happen with me J.

          Kebetulan waktu dia dapat nomor hp anak itu pada saat liuran semester ganjil. Dian sengaja buat anak itu kesal dengan dirinya. Tapi Dian salah ternyata itu bukan nomor Joandikatra / Ankara  malahan orang di seberang sana berkata.

          Ini bukan Ankara. Ini nomor temannya. Ankara sedang pulang kampung. Ada pesan untuknya.

Sender:
Ankara
+62852 . . . .

          Spontan hal itu mengagetkan Dian karena dengan jelas bahwa no itu adalah nomor Ankara.

Trus ini siapa ?

          Tidak lama hp dian bergetar.

            Ini tetangganya. Aku hendra salam kenal iya. Mungkin Ankara pernah sms orang pakai nomor ini. Tapi ini bukan nomor Ankara.

Mereka lanjut perkenalan seperti biasa. Ya mengenal satu sama lainnya. Sampai2 Dian tahu orang yang bernomor itu adalah hendra, tetangga Ankara dan sekolah di SMTI. Timbul niat Dian untuk mengetahui nomor Ankara yang sebenarnya dan Dian pun menanyakan tentang nomor Ankara. Lama Dian menunggu balasan dari orang tersebut. Setelah 3 jam kemudian barulah Dian mendapatkan nomor Ankara.

Maaf baru balas. Tadi lagi sibuk. Ini nomor Ankara. +62857. . . . . .

Dian pun langsung mengambil tindakan dengan mencoba menghubungi nomor yang tadi diberi Hendra tapi ternyata nomor itu tidak aktif. Setelah Dian bertanya pada Hendra dan ia mencoba lagi barulah nomor itu aktif. Seperti yang Dian lakukan kepada Hendra, Dian juga membuat kesal Ankara. Semua berjalan dengan baik. Tapi ketika mencoba sms ke Hendra untuk mengucapkan terima kasih, smsnya tidak dibalas. Ada sedikit perasaan curiga dengan Hendra dan Ankara karena cara mereka menulis sms sama. Setelah Dian coba menghubungi Hendra ternyata nomor itu tidak aktif.
Keesokan harinya, Dian sms dengan Ankara tapi tak dibalasnya dan lagi-lagi nomor Ankara tidak aktif.
         
Kenapa kalau nomor Ankara aktif nomor Hendra tidak. Dan apabila nomor Hendra aktif nomor Ankara tidak. Mencurigakan.




         















ΩђЯ

Setelah liburan hampir 2 minggu liburan, waktunya masuk sekolah. Awalnya ada sedikit keraguan pada diri Dian karena harus melihat Ankara. Tapi inilah kenyataan yang harus dihadapinya. Setelah bertemu dengan Ankara, Dian seperti menemukan Marvin. Saat di sekolah en karena jarak kedua kelas mereka tidak berjauhan. Setiap ingin ke kantin sekolah, Dian dan teman-teman harus melewati kelas Ankara. Dian sengaja tidak memberi tahu kepada teman-temannya mengenai ini. Karena untuk menghindarinya supaya aman dari gosip tidak penting. Dian hanya berani melihat dari kejauhan sosok Ankara. Ada rasa takut dan ragu untuk negur Ankara.
Sepulangnya ke rumah Dian bercerita kepada Hendra mengenai harinya. Dan Dian lebih banyak bercerita kepada Hendra. Sampai-sampai Dian bertanya kepada Hendra lewat sms.

Kenapa teman kau itu aneh, hendra ??

          Tak lama Hendra membalas dengan gaya sok-sokan nya.

            Heh gitu-gitu kawan aku. Bilangkanlah kau dengan dia.

         
Dengan cueknya Dian membalas.

            Bilangkan lah. Tak takut dengan dia tu.
         
          Hp Dian bergetar.

            Aku bilangkan. Tunggu yak besok disekolah kau.

          Keesokkan harinya Dian menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya. Dan apakah benar dengan apa yang dikatakan Hendra. Tapi pada waktu jam istirahat Dian tidak ada keluar kelas karena harus mengerjakan PR pada jam selanjutnya. Tapi ketika pulang sekolah Dian melihat kelas Ankara sudah sepi dan tak ada lagi satupun penghuninya disana. Dian ingin pulang tetapi sebelumnya singgah dahulu ke UKS. Ketika melewati jalan menuju UKS. Tiba-tiba dari arah samping . . . .
          “Aneeeeehhhhhhhhh.. . . . .” terdengar suara orang yang berteriak dan sepertinya Dian mulai merasakan kebenaran yang dikatakan Hendra.
          Dian pun menoleh kearah suara itu. Dan benar. Itu suara Ankara. Hampir 2 kali Ankara memanggil kata “aneh” itu. Tetapi dengan gaya cuek dan  berpura-pura tidak kenal, Dian berlalu begitu saja.

Ternyata Hendra benar-benar menyampaikan hal ini. Tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal dari semua ini. Tapi masa bodoh. Pulang harus        cerita ini dengan Hendra.

Pulang sekolah seperti biasa, Dian cerita kepada Hendra tentang apa yang terjadi di sekolahnya tadi. Hendra malah mensyukuri apa yang terjadi dengannya hari ini yang jelas berhubungan dengan temannya Hendra, Joandikatra.























ЮЛз


Keesokkan harinya,, en pelajaran web design
Wulan dengan tiba-tiba menghampiri Dian.
“Dian, temankan aku lah ke guru piket.” kata Wulan dengan muka memelas.
“Apa buat ?”
“Aku mau minta izin pulang”
“Memangnya kamu mau kemana ?”
“Aku pulang mau buat SIM tapi habis itu pulang lagi ke sekolahan. Mau ya Dian temankan aku ke guru piket”
Dian mengangguk menandakan “iya”.
“Woi kitak mau kemana ??” Teriak Nia.
“Guru piket” Jawab Wulan.
“Ikutt lah??” kata Dini
“Sebentar jak.” Teriak Dian yang sudah di luar ruang multimedia.
Mereka berdua ke guru piket. Tapi sebelum pergi, mereka disuruh mengantarkan absen keseluruh kelas kemudian mengambilnya kembali. Dengan cepat mereka mengerjakan tugas tersebut. Yang paling berat untuk Dian adalah ketika harus masuk kekelas Ankara.
“Dian, kamu ikut aku masuk tidak ?” Tanya Wulan.
“Ndak lah. Biar aku tunggu di luar saja.”
Wulan pun mengantarkan absent itu kedalam kelas. Sememtara Dian hanya berdiri di depan pintu kelas Ankara. Dia tidak berani masuk. Nyalinya ciut begitu harus mengantarkan kepada kelas Ankara.
“Aneeeeehhhhhhhhh.. . . . .” Dan lagi suara lantang itu berasal dari dalam kelas Ankara tepatnya keluar dari mulut Ankara. Ada rasa ingin membalas itu. Tapi Dian tidak berani karena Dia hanya berdiri sendirian di depan kelas.

Kalau sampai aku jawab perhatian akan tertuju kepada ku. Lebih baik aku diam.

Setelah Wulan selesai mengantarkan absen dan keluar dari kelas Ankara. Dian bergegas pergi meninggalkan kelas itu.
Kebetulan saat itu Dian sedang pelajaran Web Design. Dian pun menceritakannya kepada sahabat-sahabatnya. Ekspresi kanget datang dari muka sahabat Dian. Ketika akan pulang kekelas terdengar suara itu lagi saat Dian dan teman-temannya.
“Aneeeeehhhhhhhhh.. . . . .” dan kali ini Dian sudah tahu itu suara siapa. Tapi dengan lantang Dian membalas.
“Kau lebih aneeeeeehhhhhh.” Dari luar kelas Ankara, Dian berteriak.
“Aneeeeehhhhhhhhh.. . . . .” dan untuk kali ini Dan tidak berani menjawab karena akan menggangu orang lain belajar.
Dan seperi biasa Dian bercerita kepada Hendra, karena Hendra adalah orang yang paling setia mendengar cerita Dian mengenai Ankara Aneh tu. Sampai-sampai Dian membari nama Hendra menjadi MONYET. Karena menurut Dian yang paling setia mendengar cerita orang adalah monyet en kebetulan Dian juga menyukai hewan yang bernama MONYET.

         





















ФЊψ

Hari itu hari jum’at.
“Kantin yok.” Kata Angela.
“Hei Dian, kami mau kekantin. Mau ikut ??” Tanya Nia yang bergegas ingin pergi kekantin.
Seperti kantin biasanya selalu berjubel manusia yang berdesak-desakkan disana. Dan siapa yang datang lebih cepat dia akan mendapatkan tempat duduk sedangkan yang datangnya lama harus rela berdiri.
“Ndak lah, aku udah sarapan tadi di rumah. Kalian jak lah.” Kata Dian.
“Yakin??” Tanya Nia.
“Yap. Daaaaa daaaaa.” Kata Dian.
“Dian, kau ndak jajan ke ??” Tanya Dini dari tempat duduknya.
Dian hanya menggeleng
“Ya udah kamu dengan Wulan saja.” Sambung dini.
“Kau ndak ke kantin Lan ??” Tanya Dian
“Ndak lah malas. Hari jumat pulang awal.” Jawab Wulan.
“Kita pergi yaaaa.” Kata Angela.
“Daaaaaaaaaaaa Dian, Daaaaaaaaaa Wulan.” Teriak Angela yang samara-samar terdengar di telinga Dian.
Saat Dian dan Wulan sedang asyik berbicara. Tiba-tiba Ankara lewat bersama temannya sepertinya mau ke WC. Karena kelas Dian dekat denagn WC cewek dan WC cow. Entah Wulan menyadari atu tidak bahwa Ankara lewat. Tapi setelah itu Wulan mengajak Dian keluar.
“Dian keluar yok.” Pinta Wulan
“Ayo.” Kata Dian langsung mengikuti Wulan ke depan pintu kelas.
Kebetulan didekat kelas Dian ada tong sampah besar. Setelah keluar dari WC, Ankara dan temannya lewat seraya mendorong tong sampah itu ke depan pintu kelas Dian. Antara menyadari atau tidak bahwa ada Dian di depan pintu itu. Kawan Ankara yang terkenal jahilnya dengan senang mendorong tong sampah itu. Dian melihat seperti timbul rasa senang dari wajah Ankara.
“Wehh, tong sampah ni.” Kata Dian.
“Bau, Man.” Kata Wulan.
Tanpa berkata apa-apa en dengan tetap tertawa Teman Ankara trus mendorong tong sampah itu. Dibandingkan dengan tenaga cew, tenaga cow lebih besar. Bukannya malah membantu malah Ankara sibuk tertawa sendiri.
Tak lama bel berbunyi. Ankara dan temannya meninggalkan kelas Dian. Dian en Wulan sibuk menaruh kembali yong sampah itu. Tak berapa lama teman-teman Dian yang dari kantin datang. Setelah mendengar cerita dari Wulan, semua teman-teman Dian malah tertawa.
Sepulang sekolah Dian pulang bersama teman-temannya. Dian melihat ada Ankara dan teman-temannya juga ada Nikari teman SMP Dian yang juga mengenali Marvin dan sepertinya dekat dengan Marvin. Ketika lewat di depan mereka.
Dian hanya senyum kepada Nikari.
“Nah Ankara.” Kata Nikari. Keadaan inilah yang dihindari Dian.
“Marvin jak lah. Mana ??” Tanya Dian.
“Ankara jak lah nah.” Kata Nikari seolah mengejek. Suasana yang seperti inilah yang di benci Dian.
“. . . . .” Dian hanya diam. Teman-temannya yang dari tadi hanya memperhatikan Dian. Tapi Dian terus berlalu.
“Dian, Ankara salam.” Teriak Nikari.
Dengan wajah yang sumpek Dian pergi meninggalkan suara itu. Oke dia senang tapi kenapa harus seperti ini. Dian memang paling di benci di olok dengan orang. Dian takut justru orang itu akan menjauhinya.
Pulang kerumah dengan suasana sumpek Dian mencari hp-nya. Untuk membuang semua rasa sumpak yang memang awalnya senang, Dian sms Hendra.

nyet, teman kau tu memanglah

Hendra pun membalas

memang teman aku kenapa ?

Dengan geram Dian membalas sms itu.

Tadi tu waktu dia lewat depan kelas aku, dengan enaknya temannya Ankara ngeletakkan tong sampah di depan kelas aku. Bukannya malah membantu justru Ankara malah tertawa.

Tak lama getar hp Dian mengejutkannya.

Mungkin Ankara fikir kau tu tempat sampah kali.
                                                
Dian pun tertawa. Memang dalam keadaan gini Hendra yang selalu bisa membuat Dian tertawa.
ξλρ


“Dian sibuk ndak ??” Wulan menghampiri Dian yang jelas-jelas lagi sibuk menulis.
“Kenapa ??” Tanya Dian balik.
“Bisa nemankan aku ndak ??”
“Bisa sih. Kemana ??”
“Ke ruang guru.”
“Apaaa. Ke ruang guru.”
“Ayo lah Dian temankan aku.” Rayu Wulan.
“Apa buat ??”
“Ngantarkan tugas agama aku. Pulangnya kita mutar.”

Apaaa ke ruang guru. Pasti lewat kelas Joandikatra ni. Haaah mutar. Pasti lewat depan kakak kelas ni.

“Dian yaaa.” Pinta Wulan.
“Yaaa deh.” Akhirnya Dian beranjak dari kursinya dan melangkahkan kakinya meninggalkan kelas.

Bawa santai Dian.

Dan Dian akhirnya lepas karena dia bebas dari kelas Ankara tanpa ada Ankara didepan kelasnya. Biasanya Ankara kalau istirahat selalu ngumpul di depan kelasnya. Ternyata anak itu ada di kantin nongkrong. Tapi dian selamat kali ini.
Setelah Wulan mengantarkan tugasnya ke ruang guru, mereka langsung kembali ke kelas. Hal yang lebih parah dari bertemu dengan Ankara adalah lewat di depan kakak kelas. Ada rasa takut kalau lewat di depan kakak kelas, apalagi kakak kelas yang “gaul” en mandang kita seperti mau diterkam.
Lagi-lagi Dian bebas dan bisa lepas dari kandang macan. Ketika ditikungan, Dian masuk ke kandang buaya. Firasat Dian dari awal yang memang tidak enak ternyata benar. Di kelas yang berada tepat di depan tikungan itu ada kelas Ankara. Di depan kelas itu ada Ankara, lebih parahnya lagi ada Nikari dan kakak kelas mereka, Edo.
Kalau ada jembatan alternative menuju ke kelas mungkin aku bakal lewat situ en ndak mungkin lewat sini.

Ketika melewati depan pintu kelas Ankara.
“Lan.” Teriak orang di dalam kelas Ankara.
Ternyata Citra. “Kenapa Teh ??” Tanya Wulan.
Dengan asyiknya mereka berbicara dan Dian juga ikut membahas masalah yang sama. Walaupun dengan hati tak enak karena tepat di sebelahnya berdiri. Sepertinya Ankara, Nikari, dan Edo yang tampaknya sedang memperhatikan Dian.
“Tu yang namanya Dian.” Sayup-sayup terdengar suara Nikari berkata pada Edo.
“Dek, Dian kah ??” Tiba-tiba Edo memanggil Dian.
Perhatian tertuju pada Dian. Wulan dan Citra yang tadinya asyik ngobrol pun berhenti.
“Iya.” Jawab Dian singkat.
“Oh ini Dian.” Kata Edo.
“Kenapa ??” Tanya Dian. Di lihatnya wajah Ankara dengan muka geram. Dan muka Nikari yang terlihat tersenyum bahagia.
“Ankara salam nah.” Jawab Edo.
“Cieeeeeeeeeeee.” Kata Wulan dan Citra serempak.
Dian justru tak bisa berkata apa-apa.
Dewi penyelamat datang.
“Ke kelas yok Dian.” Kata Wulan yang menyadari posisi temannya tidak begitu enak karena nampak di raut wajahnya.
Dian mengangguk lalu pergi ke kelasnya.
“Diiiiaaaaaaaaannnnnnnnnn.” Di belakang Dian terdengar suara Nia ketika Dian sampai di depan kelas.
“Eeeem.” Sahut Dian dengan lemahnya.
“Kenapa Ankara ni ??” Teriak Dini tak kalah nyaring nya.
“Emang Ankara ngapakan kalian ??” tanya Dian.
“Ankara ngambil kue aku.” Kata Dini.
“Trus.” Kata Dian yang sudah sumpek dengan keadaan tadi.
“Kok cuma terus sih Dian.” Kata Nia.
“Memangnya aku mau jawab apa. Kan hanya kue.” Jawab Dian tanpa beban.
“Tapi kan itu kue aku Dian.” Kata Dini.
“Ya iyalah Dini jelas lah Dian menjawab kayak gitu. Pastinya dia membela Ankara kan ??” Goda Nia.
“Eeeh terserah kalian lah.” Kata Dian yang kemudian meninggalkan teman-temannya yang berada di luar kelas en duduk ke bangkunya serta  meletakkan mukanya menutup dengan tangannya. “SUMPEK” mungkin hanya itu kata yang tepat untuk Dian.
Sepulang sekolah,, Dian pulangnya sengaja agak telat keluar kelasnya untuk menghindar dari Ankara cs. Tapi malang nasib Dian hari itu.
“Ini yang namanya Dian, Ndre.” Kata Ivan temannya Ankara kepada Andre. Dian memang mengenal Ivan. Andre dan Ivan kebetulan bersebrangan arah dengan Dian. Dian pun mempercepat langkahnya.
Pulang ke rumah Dian segera melemparkan dirinya ke atas tempat tidurnya. Dian menutup wajahnya dengan bantal.

Mnyet kemana ya. Belakangan ini jarang sms aku. Sms aku pun jarang di balasnya. Aku sumpek nyet pengen cerita. Payaaah.

Seperti biasanya, kebiasaan buruknya Dian pulang sekolah pasti tertidur. Dan tanpa Dian sadari hari sudah malam. Dian duduk di teras rumahnya.
“oww aku hanya ingin kau tahu besarnya cintaku tinggi nya khayal ku bersamamu tuk lalui waktu yang tesisa kini di setiap hadirmu di sisa akhir nafas hidupku.”
Alunan lagu inilah yang menemani Dian melamunkan nasibnya kali ini. Walaupun tidak sepenuhnya Dian mendengarkan lagu itu karena fikiran Dian melayang kemana-mana apalagi dengan kejadiannya di sekolah tadi.

Kenapa semua teman-teman Ankara jadi tahu tentang ini. Kenapa Nikari, Andre, Rivan, Edo dan bla bla bla harus tahu tentang ini. Aku jadi malas. Aku takut nanti malah seperti aku dan Marvin. Apakah kamu yang memberi tahu kepada mereka, Aneh. MENGAPA. Kamu tidak mikirkan tentang akibatnya yang akan terjadi nanti. Aku tak sebanding dengan dia yang pernah kau sukai. Aku terima dengan ini. Tapi aku berharap kamu tidak menjauh dengan semua ini. Semoga saja. Aku kenapa jadi memikirkan Ankara ni. Tiiiiiiddddddddddddaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkk.


Бπφ

Beberapa hari kemudian, ketika jam istirahat Dian duduk di depan kelas bersama teman-temannya. Ketika itu juga Ankara lewat bersama teman-temannya menggunakan jaket barwarna coklat. Dian duduk bersama Wulan, Nia, berseda gurau. Sambil menyikut Dian, Nia terus memperhatikan Ankara lewat. Setelah Ankara jauh Dian baru berani angkat bicara.
“Kenapa sih tadi nyenggol-nyenggol. Sakit.” Kata Dian.
“Kau juga sih perhatikan orang ndak lepas.” Kata Nia.
“Perhatikan siapa??” Tanya Dian.
“Biasalah kalau udah Ankara.” Wulan ikut-ikutan menyenggol Dian.
“Mentang-mentang tu si Ankara.” Sambung Nia.
“Ndak ada kali.” Bantah Dian.
“Ramai benar gak rombongannya tu Dian ??” Tanya Nia.
“Tau lah. Biarkan dia lah.” Kata Dian cuek.
“Ciaaaa sok cuek. Mau kemana tu Dian ??” Dengan polos Wulan bertanya.
“Iya ya,Lan. Kok yang ngantar Ankara tu ramai sekali.” Kata Nia.
“Mana gak aku tahu. Kan dia ndak ngelapor ke kita kan mau kemana ??” Jawab Dian.
“Emang harus melapor iya Dian ??”
Pertanyaan Wulan yang menyebalkan. “Ya ndak lah Lan, emang kita siapa nya dia. Emang kau mau jadi satpamnya ??” Dian balik bertanya.
“Ndak lah.” Jawab Wulan singkat.
“Kalau Dian sih pasti mau. Tapi kemana ya ??” Nia kembali melemparkan pertanyaan itu.
“Apaaaaaa. Maksudn. . .” Belum sempat dian menyelesaikan kata-katanya.
“Diaaaaannnn.” Teriak Dini.
Tiba-tiba dengan tergesah-gesah Dini menghampiri Dian yang lagi bersantai di depan kelas diikuti dayang-dayang yang lainnya yaitu Uray, dan Gina.
“Kenapa. Tenangkan dulu nafas kau tu.” Kata Dian.
“Ada apa Dini kok tergesah-gesah.” Kata Wulan.
“Berita buruk Dian.” Kata Uray.
Gina hanya bisa mengangguk saja.
“Berita buruk apa yang jelas lah.” Kata Nia.
Dian, Wulan, dan Nia mengangguk serempak.
“Ankara.” Kata Dini yang masih terlihat ngos-ngosan.
“Haaaaah.” Kata Nia dan Wulan.
“Ankara kenapa ??” Tanya Dian dengan cepatnya.
“Ankara tadi ke UKS dengan teman-temannya dan minta obat untuknya.” Cerita Uray.
“Trus.” Jawab Dian pendek. Karena mulai menyadari teman-temannya memperhatikan pertanyaan Dian yang tadi.
“Pendeknya Dian.” Tanya Wulan.
“Memang aku harus tanya apalagi.” Kata Dian cuek.
“Lanjutkan lah.” Sambung Nia.
“Kayaknya dia sakit Dian.” Kata Dini
“Sakit apa ??” Tanya Dian dengan wajah syok nya.
“Kayaknya sih sakit yang berhubungan dengan perut tadi dia minta obat sakit perut.” Kata Dini.
“Yakin kau ?? Ankara sakit.” Tanya Dian.
“Betul tu Dian.” Sambung Gina yang sebenarnya baru tahu tentang topik ini. Semua memperhatikan wajah Dian yang mendadak berkerut.

Ankara sakit. kok bisa iya. Sakit apa tu anak.

Tak lama Ankara lewat di antar dengan dayangnya, Nikari yang berwajah cuuanntikk lewat di depan Dian en memendang Dian dengan wajahnnya yang sok-sokan. Dian yang tidak memperdulikan mata Nikari terus memperhatikan wajah Ankara. Wajah Ankara terlihat pucat tak seperti biasanya en lemas seperti yang dikatakan teman-temannya.
“Kok Nikari gitu benar mandang kau Dian ??” Tanya Nia.
Dian hanya mengangkat bahunya bertanda tidak tahu. matanya tak lepas memandang Ankara yang masuk kekelasnya.
“Memang orangnya gitu Dian tapi usah terlalu difikirkan ia.” Kata Angela yang memang teman sekelas Nikari kelas 1 dan mengerti Dian.
“Sabar iya Dian.” Kata Wulan.
“Hei, kalian ngomong kan tentang siapa ??” Tanya Dian.
“Tentang Nikari lah Dian.” Kata Angela.
“Jangan bilang kau tidak mendengar kan.” Kata Wulan.
“Ohh iya kah ??” Kata Dian.
“Jelas lah Dian tidak memperhatikan kalian Dian tu dari tadi aku lihat memperhatikan Ankara.” Kata Dini santai.
“Jadi, kau tidak mendengarkan kita Dian.” Kata Nia geram.
“Hah, apa ??” Jawab Dian karena dari tadi dia tidak mendengarkan apa yang teman-temannya bicarakan. Perhatiannya tertuju pada Ankara.
“Nah lihat tu.” Kata Dini.
“Rupanya mata Duan tertuju ke Ankara ni.” Kata Nia.
“Aku mendengarkan kalian kok.” Kata Dian.
“Apa coba ??” Kata Wulan.
“Apa iya.” Kata Dian sambil menggaruk kepalanya bingung.
Mendadak mata Dian melihat ke pintu kelas Ankara dan terlihat Ankara beserta dayangnya keluar dengan membawa tas Ankara
“Kok bawa tas woi nak kemana ??” Tanya Dian kepada teman-temannya.
“Iya ya. Mau kemana ??” Kata Wulan.
“Tanya lah Dian ke Ankara nya.” Goda Angela.
“Gilaa.” Kata Dian
“UKS kali.” Kata Dini.
“Tapikan tak perlu bawa tas.” Kata Dian.
“Pulang.” Kata Nia dan Wulan serempak.
“Hah pulang. Memang separah apa Ankara sakit. Trus dapat izin kah dari guru piket.” Kata Dian.
Tetapi sepertinya memang benar Ankara pulang. Setelah bel pulang berbunyi Dian sengaja cepat-cepat keluar kelas untuk memastikan. Dan hasilnya NIHIL ternyata benar Ankara sudah pulang tadi. Dan sepertinya kali ini dia benar-benar sakit.
Sepulang kerumah Dian bertanya pada Hendra tentang Ankara yang terlihat sakit dan lemas di sekolah tadi. Dan memutuskan pulang kerumah lebih cepat. Makanya Dian sms Hendra untuk memastikan keadaaan Ankara. Karena mungkin sebagai teman Hendra tahu keadaan temannya.

Nyet, Ankara tadi kenapa ??

Tak berapa lama Hendra membalas
                                                                                    
Tanya saja sendiri kepadanya. Memang dia kenapa ?

Rasa heran menghampiri Dian. Tapi Dian membalas sms itu.

Kok kau tak tau. Dia kan kawan kau juga. Tadi di sekolah kayaknya lemah seperti orang sakit. Sakit apa Ankara tu ??
Dengan cuek Hendra membalas sms Dian.

Mau mati kali

Jawaban yang singkat dari Hendra membuat Dian heran. Seperti Hendra nya juga lagi sakit. Buktinya tak pernah jawabannya se jutek itu en se pasrah itu. Dian mulai merasa sosok Hendra itu selalu ada di saat dia butuh.

Sebenarnya siapa yang sakit. Hendra Atau Ankara. Kok kayaknya dua-duanya lah karena jawaban dari Hendra seperti dianya yang juga sakit. Kalau aku perhatikan cara mereka berdua menulis sms mirip juga ternyata. Kok bisa iya ada dua orang yang mirip sampai segitunya.

Dian mencoba menghubungi nomor Ankara tapi nomornya tidak aktif.

Mungkin karena dia lagi sakit makanya nomornya tidak diaktifkannya.






















βζδ


nyet, kenapa nomor hp Ankara belakangan ini tidak aktif.

Sms inilah yang dikirinkan Dian kepada Hendra karena belakangan ini nomor Ankara tidak pernah aktif semenjak Dian melihat Ankara sakit. Kemudian Dian membaca sms dari Hendra.

Aku tidak tahu. Tanya aja sendiri dengan Ankara nya.

Dian tidak membalas sms Hendra karena dia juga bingung mau mebalas apa. Tapi tak berapa lama Hendra mengirim sms kepada Dian.

Mungkin Ankara ganti nomor. Mau ndak aku kasik nomornya yang baru.

Dian hanya heran melihat en membaca sms itu.

Ganti nomor. Benarlah. Kalau ada boleh juga tu.

Malah Dian terkejut membaca sms dari Hendra berikutnya.

Tapi janji kalu ngomong dengan dia tu harus sopan tak usah panggil monyet lah aneh lah. Jadi dia tak marah.

Dian pun membalas sms Hendra

Iya aku janji lah. Kirimkan saja nomornya ya.

Yakin tu kata Hendra kalau Ankara tidak suka di panggil aneh. Kok Ankara tak pernah komentar tentang nama itu. Padahal kan yang kemarin manggil pake aneh duluan tu Ankara bukan aku. Masa bodoh aja. Aneehhh.

Beberapa menit berikutnya, Hendra mengirim sms nomor orang kepada Dian. Dian tidak tahu siapa itu tetapi nama yang tertera di nama kontak itu Zulham.

Nyet itu nomor siapa ?? Kok namanya Zulham
Kemudian di balas dengan Hendra.

Memang namanya Zulham di hp aku. Tapi itu nomor Ankara. Sms jak lah.

Dian langsung mencoba sms orang itu sesuai apa yang dikatakan dangan Hendra. Tapi hasil yang mengherankan menerpa wajah Dian yang awalnya gembira. Ternyata orang itu malah balik bertanya siapa Ankara. Dan itu nomor bukan lah nomor Ankara. Tetapi nomor teman Ankara di kampung.

Nyet, itu bukan nomor Ankara. Namanya Zulham kok.

Dengan santai Hendra membalas

Iya itu tu nomor Ankara. Dia tu hanya berpura-pura saja. Dia benar-benar Ankara.

Dian kurang percaya tentang hal ini karena terdapat banyak keanehan en kejanggalan. Mulai dari bicaranya en cara Ankara menulis sms pun beda. Justru cara Ankara sms sama dengan cara Hendra sms. Dian tidak melanjutkan hal itu dengan Zulham takutnya nanti tambah ribet. Tiba-tiba lamunan Dian dibuyarkan getaran hp nya.

          Nyet aku mau tanya ?

          Dengan sigap Dian membalas sms dari Hendra. Tumben kayaknya kali ini Hendra serius.

          Mau tanya apa. Tanya saja.

Tanpa menunggu lama, Dian membuka hp nya.

Kenapa kau perhatian en peduli dengan Ankara.

Rasa kaget lagi-lagi menghampiri Dian karena tak pernah dia duga sebelumnya Hendra akan bertanya hal itu kepadanya. Sambaran petir sepertinya mendadak keluar dari hp Dian. Dian tidak percaya Hendra akan menanyakan hal ini kepada Dian. Dian membalas.

          Perhatian apanya. Aku rasa biasa saja. Aku anggap dia hanya teman. Emangnya salah aku perhatian dengan temanku sendiri.

Apa sih yang barusan aku ucapkan. Aku tidak percaya dengan yang ku katakan tadi. Mungkin inilah jawaban terbohong en terpalsu yang pernah keluar dari mulutku. Tapi aku tak pernah menyangka kalau Hendra akan bertanya tentang hal itu kepada aku. Aku belum punya jawaban. Aku belum siap. Kenapa aku bisa menjawab pertanyaan itu dengan jawaban bodoh itu. Aku kenapa. Apa yang terjadi. Kenapa aku tak rela dengan jawaban itu. Nyet, itu bukan jawaban dari diri ku. Aku takut mengatakannya ntah kenapa. Aaaaaarrrrrrrggggggghhhhhhhhh.

          Dari radio butut Dian terdengar lagu Nikita Costa “First Love” yang dari tadi sudah beralunan. Tetapi Dian hanya menyadari ketika lagu itu telahdi ujung. Selanjutnya lagu Ari Lasso “Seandainya”. Dian terpaksa mendengarkan dengan baik lagu itu. Karena fikirannya yang lagi suntuk dan menyesal dengan jawabannya sendiri.
         
“Kini baru aku sadari cinta bisa hadir tanpa disadari dengan perlahan tapi pasti merasuki jiwa ini. Perasaan ini tak pernah aku mengerti sejenak khilafku lupakan dia yang miliki dirimu. Seandainya cinta ini tak pernah terjadi. Takkan ada air mata dan hati perih terluka. Saat cinta menyentuh hati aku pun tak kuasa untuk menghindari. Meski aku telah berdua. Aku jatuh cinta lagiii. . . . .”

Lagu ngentak kepala. Ngiksa hati. Tapi ngenak langsung ke sasaran. Mudah-mudahan hanya mimpi.

Tanpa Dian sadari setelah dia menutup wajahnya dengan bantalnya. Dia pun tertidur dan berharap ini adalah mimpi buruknya. Dan bersiap menghadapi hari esok dengan mentarinya.










ΘεΔ

Sejak saat itu Dian merasa ada sesuatu yang berbeda dari pertemanannya dengan Hendra maupun Ankara. Entah perubahaan terjadi pada sikap Ankara di sekolah, Hendra di sms, yang justru membuat Dian bingung. Banyak hal yang berbeda terjadi. Ankara berubah menjadi sosok yang seperti awal kenalan tapi tak sedegel itu.
          “Waaah ternyata udah pagii.” Teriak Dian dari dalam kamarnya.
“Kenapa aku jadi pelupa begini. Aku ada janji dengan budak-budak ni. Hari udah pagi , bentar lagi pasti Wulan jemput. Aku pikun hari ini mau ke rumah Gina. Wwwaaaaaahhhhhh. Pasti gara-gara kejadian tadi malam ni.” Dian terus melonjat dari tempat tidurnya en segera bersiap-siap.
Tak berapa kemudian terdengar suara motor Wulan menjemput Dian. Dian pun segera bergegas keluar rumah untuk menghampiri Wulan dengan gayanya yang berantakan. Mereka pun pergi ke rumah Gina.
Di perjalanan,
“Apa kabar Ankara, Dian ??” Tanya Wulan membuka percakapan.
“Aku juga tidak tau tu. Kalau di sekolah sepertinya baik-baik saja.” Jawab Dian.
“Trus tentang Hendra ??”
“Tak tau juga. Hendra menghilang.”
“Kok bisa.”
“Ya bisa aja.”
“Kau tidak ingin tau mengenai siapa Hendra.”
“Aku curiga Hendra sama dengan Ankara ni, Lan.”
“Memangnya kenapa.”
“Banyak alasan aku bisa berkata seperti ini. Mereka memiliki banyak kesamaan en mencurigakan”
“Kau tau tentang en siapa Hendra.”
“Ndak tau.”
“Tak ingin tau.”
“Pingin sih tapi caranya gimana ??”
“Bisa aja. Kalau kau mau.”
“Caranya tu yang penting.”
“Nomor kau kan pakai private number bisa. Gunakan itu untuk menelpon nomor Hendra.”
“Boleh juga tu.”
“Tunggu nyampai kerumah Gina saja.”
Dian mengangguk mengerti.
Lama-kelamaan rasa ingin tahu siapa sebenarnya Hendra memuncak setelah selama beberapa minggu nomor Ankara tidak pernah aktif lagi. Sesempainya di rumah Gina ternyata sudah ada Uray, Dini en Gina pastinya karena secara itu rumahnya. Dengan di bantu oleh sahabat-sahabatnya Dian menemukan ide untuk mencari tahu siapa Hendra. Dian sepakat akan menelpon nomor Hendra dengan nomor pribadi. Dan yang pertama bicara adalah Wulan.
          “Tak di angkatnya Dian.” Kata Wulan seraya mendengar suara dari seberang sana.
          “Coba lagi, Lan.” Dengan penuh emosi Dian berkata.
          Dan ternyata di angkat
          “Halo. .” Sapa Wulan kepada orang di seberang sana. Wajah Dian berubah menjadi wajah yang licik.
          “Siapa ni ?” Tanya orang di seberang sana dengan sopannya.
          “Kalau boleh tahu ini siapa ya .”
          “Ini. . . . . . Ankara.” Jawab orang di seberang ragu-ragu.
          Spontan mendengar pernyataan itu Dian tersentak diam. Dan emosi membakar telinga nya. Tapi dia di tahan en ditenangkan oleh Uray, Dini, dan Gina. Kebetulan mereka berada di rumah Gina.

Haah Ankara. Ternyata benar ini nomor Ankara. Hendra siapa.

“Ankara anak mama iya ? kalau boleh tahu.”
          Ankara pun menyebutkan nama sekolahnya. Dan rasa tidak sabar,kesal, becampur emosi ada dalam diri Dian. Dian kemudian merampas hp nya dari tangan Wulan.
          “Halo.”
          Seperti mengenal suara itu orang di seberang diam.
          “Siapa ini.” Tanya Dian.
          Tapi orang diseberang tetap diam.
          “Kenapa diam.” Tanya Dian dengan nada kesalnya.
          “Ia.”
          Tiba-tiba orang di belakang memanggil nama Ankara.
          “Oh ini Ankara ia. Tadinya Dian fikir ini Hendra, rupanya Ankara.” Marah Dian meledak dengan lepasnya seperti letusan gunung.
Dian pun kemudian mematikan hp nya. Wajar kalau Dian terlihat kesal. Dan sejak saat itu Dian berat mau ketemu dengan Ankara disekolah. Dian juga punya kesimpulan. HENDRA = ANKARA jadi MONYET = ANEH. Tapi semua penuh kepalsuan. Walaupun begitu dia ingat orang yang memanggilnya dengan panggilan MONYET adalah ANKARA.

Walaupun kau udah bualkan ku. Sampai sekarang aku tak bisa membenci mu. Yang ingin aku tahu kenapa dan apa tujuan kau ngebohongi aku. Tapi aku senang bisa mengenal sosok Hendra yang ada didiri kau. Walaupun kau sudah membohongi ku tapi aku tetap tidak bisa membenci kalian. Justru aku bersyukur bahwa Hendra itu kau karena aku tak perlu trus begini. Dan aku sudah menduga ini dari awal.


























Ǿƒų

Hari-hari Dian kembali seperti biasa hingga mereka naik kelas 3. Dian karena dia tetap selalu ada Ankara walaupun tidak seperti Hendra. Dian sempat melupakan Ankara karena dia berpacaran dengan Dito. Tapi tetap di hatinya ada nama Ankara. Hingga sekarang. Mungkin ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan Dian karena dia tidak mengerti tentang ini. Dian hanya berani melihat Ankara dari jauh masih ada rasa tidak berani dalam diri Dian. Walaupun memang keadaan skarang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dian merasa mensyukuri dengan keberaan Ankara seperti sekarang sebagai sosok Ankara yang Dian kenal.
Dian pernah ngirim sms ke Ankara. Lagu Five Minutes

Aku takut kehilangan mu bila aku jujur padamu. Aku benci bila harus jalani hidup tanpa dirimu. Aku takut kau meniggalkanku.

Tanpa Dian sadari Ankara membalas

Sejak pertama ku dekati dirimu ternyata kau anggap aku hanya teman. Haha.

Dan inilah jawaban dari Ankara atas pertanyaannya bebarapa bulan yang lalu. Mungkin terlalu aneh untuk Dian kata-kata itu. Tapi rasa itu datangnya perlahan-lahan. J
Tapi belum berapa Dian melihat Ankara sedang dekat dengan cewk satu kelasnya. Cewek itu memang cantik. Bahkan terlihat serasi. Walupun dalam hati Dian kecewa. Mungkin rasa itu hanya Dian yang merasakannya.
Sekarang Dian hanya menjalankan apa yang ada di depan matanya karena Dian tidak pernah tau apa yang ada di depannya.
Dan akhirnya. . . . . .  . . . . . . 








ĕŋđ

Tapi di kata terakhir inilah Dian cuma bisa mengungkapkan. sebelum Dian terlelap mimpi Dian menulis sesuatu untuk Ankara.



Joandikatara / Ankara,,
Aku adalah orang beruntung karena bisa mencintaimu. Dan aku harap bisa bertemu dengan dirimu yang seperti awal aku mengenalmu. Aku ingin menjawab pertanyaan mu yang tertunda. Sekarang aku mengerti maksud dari pertanyaan kamu Ankara. Iya aku perhatian dengan kamu. Tapi mungkin itulah awal dari semua yang aku rasa sekarang. Walaupun aku tak berhak lagi untuk itu. Tapi kenapa kau harus jadi Hendra en ndak bisa jadi diri kau sendiri bahkan tunjukkan kalau itu kau. Aku terima dengan yang kau lakukan dengan semua sandiwara indah ini. Cocok lah kau jadi sutradaranya. Aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu karena aku juga terlibat dalam semua ini. Semua kebohongan kau tak bisa membuat aku benci. Tapi aku benci dengan diri ku sendiri yang tak bisa membenci kau. Mungkin aku terlalu pecundang untuk mengakui semua ini. Until now, I still save this feel, I don’t know when this feel is stop. I cann’t to hate you cos what you do and all of your bullshit. I don’t know about this but I believe what I feel now. I confuse about the ending of this story, it’s because of you.


                                                                Dian / n.a.m







Cerita ini belum ada akhirnya karena sebagai penulisnya. Aku belum tahu endingnya seperti apa. Aku belum bisa melihat kemungkinan. Aku masih bingung. Lanjutkan cerita berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar